Monday, March 18

PERNIKAHAN



PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu objek bahasan Fiqih adalah tentang Bab Munakahat yang menjelaskan tentang pernikahan mulai dari pengertian, syarat, rukun, hukum dan lain-lain. Banyak kitab yang memberikan prolog tentang keutamaan menikah. Menikah merupakan pemersatu tidak hanya dua orang tetapi dua keluarga besar menjadi satu keluarga yang saling tolong-menolong mengasihi satu degan lain dan mempererat ukhuah islamiyah.
Pernikahan juga memberikan legalitas untuk mendapatkan keturunan yang akan menambah rahmat di rumah itu. Karena itu pernikahan merupakan ceremony yang sangat sakral sehingga membutuhkan pengetahuan atas semua yang berhubungan dengan pernikahan.
Atas dasar itulah penulis memaparkan makalah yang berisi tentang pengertian, dasar, hukum, syarat dan rukun nikah.
B.     Rumusan Masalah
Untuk lebih fokusnya pembahasan kali ini maka penulis membuat rumusan masalah. Adapun rumusan masalahnya adalah:
1.      Apa pengertian dan dasar hukum menikah?
2.      Apa hukum nikah?
3.      Apa syarat nikah?
4.      Apa Rukun Nikah

PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Dasar Hukum Menikah
Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.[1]
Pernikahan bukan hanya merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan tetapi juga dapat dipandang sebagai jalan satu untuk menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan yang lain.[2]
Para Mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang dianjurkan syariat. Orang yang sudah berkeinginan untuk menikah dan khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina maka sangat dianjurkan untuk menikah. Yang demikian adalah lebih baik daripada haji, shalat, jihad dan puasa sunnah.[3]
Pernikahan dalam Al-Quran, Allah berfirman:
فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلث وربع فان خفتم الا تعدلوا فواحدة . النساء :
"Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja." (An-Nisa: 3)
Tidak sedikit pula Hadis yang menyuruh manusia untuk menikah dan memberikan faedah-faedah yang ada padanya. Diantara hadis yang menyuruh nikah adalah:
عن عاىشة تزوجواالنساء فانهن ياتينكم بالمال . رواه الحاكم وابو داود
Dari Aisyah, "Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesuggunya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu." (Riwayat Hakim dan Abu Dawud)
Nikah juga dipandang sebagai kemaslahatan umum, sebab kalau tidak ada pernikahan, tentu manusia akan menurutkan sifat kebinataan, dan dengan sifat itu akan timbul perselisihan, bencana, dan permusuhan antara sesama, yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan yang maha dahsyat.
Ada banyak sebab orang ingin menikah ini juga diidentifikasi nabi dalam sebuah hadis. Diantara sebabnya adalah:
1.      Karena mengharap harta bendanya
2.      Karena mengharapkan kebangsawanannya
3.      Karena ingin melihat kecantikannya
4.      Karena agama dan budi pekertinya
Keempat sebab itu menjadi baik ketika di dapatkan semuanya tetapi jika memilih dari salah satu maka hendaknya memilih yang agama dan budi pekertinya bagus. Karena hal ini imam mazhab memberikan pengertian orang menikah harus sekufu. Kekufuan dalam pernikahan oleh imam syafii ada lima:[4]
1.      Agama
2.      Nasab
3.      Pekerjaan
4.      Merdeka
5.      Bebas dari cacat
Sebagian syahabat syafii menyarankan kekayaan
Imam Maliki berpendapat kekufuan hanya dalam agama dan menggangap ketidak kufuan menyebabkan pernikahan batal. Sedangkan dari syafi'i ketidak kufuan ada dua pendapat, yang paling shahih adalah membatalkan, kecuali jika pernikahan itu mendapatkan ridha dari istri dan para walinya.[5]

Akibat Hukum Pernikahan

1.      Kewajiban memberi mahar oleh suami kepada istri

2.      Kewajiban nafkah atas suami kepada istri

3.      Hubungan antara suami dan istri dan keluarganya

4.      Timbulnya kemahraman

5.      Adanya hukum waris

 

B.     Hukum Nikah
1.      Jaiz (diperbolehkan), ini asal hukumnya.
2.      Sunat, bagi orang yang berkehendak serta mampu memberi nafkah.
3.      Wajib, bagi orang yang mampu memberi nafkah dan dia takut akan tergoda pada kejahatan.
4.      Makruh, bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah.
5.      Haram, bagi orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang dinikahinya.
C.    Syarat Nikah

Akad nikah yang shahih mempuyai empat syarat;

1.       Ridho Kedua Mempelai.

Maka tidak boleh memaksa seorang laki-laki untuk menikahi wanita yang tidak diinginkannya, dan tidakboleh memaksa seorang wanita untuk menikahi laki-laki yang tidak diinginkannya.

Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa." (An-Nisaa': 19)
Nabi bersabda, "Tidak boleh menikahkan seorang janda sampai dia diajak musyawarah (diminta pendapat) dan tidak boleh menikahkan seorang gadis sampai dimintai izinnya.” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana izinnya seorang gadis? Beliau bersabda, “Apabila dia diam" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
.

Nabi melarang menikahkan perempuan tanpa keridhoan dari perempuan tersebut, baik dia gadis atau janda. Bedanya kalau janda harus mengucapkan bahwa dia ridho, sedangkan untuk gadis cukup dengan diamnya karena dia malu untuk menyampaikan rasa ridhonya secara terang-terangan. Apabila dia tidak ridho, maka tidak boleh ada yang memaksanya untuk menikah, walaupun itu ayahnya. sebagaimana dalil-dalil diatas.

2.      Kepastian siapa istri atau suami

Seperti bila wali mengatakan, "Aku nkahkan kamu dengan anakku fulanah, atau anakku yang tinggi ini, atau lafad semisalnya yang menegaskan siapa calon istrinya apabila dia mempunyai beberapa anak misalnya.

3.      Bukan Mahram

Mahram adalah orang yang tidak halal dinikahi. Ada 14 orang.

a.       Ayah atau ibu

b.      Anak

c.       Saudara seayah atau seibu

d.      Saudara ayah atau ibu

e.       Keponakan

f.       Ibu yang menyusuinya

g.      Saudara sepersusuan

h.      Mertua

i.        Anak tiri

j.        Menantu

k.      Ibu/Bapak tiri

4.      Mahar (Maskawin)
Jika melakukan pernikahan suami diwajibkan memberi sesuatu kepada istri, baik berupa uang ataupun barang (benda).banyaknya maskawin tidak dibatasi menurut kemampuan calon suami dan keridhoan istri. Semua barang yang bisa dijual boleh digunakan untuk maskawin.

D.    Rukun Nikah

1.      Sighat (Akad)

Tidak sah akad nikah kecuali dengan lafat nikah, tazwij, atau terjemahan dari keduanya. Allah berfirman:

"Takutlah kepada Allah dalam urusan perempuan. Sesungguhnya kamu ambil mereka dengan kepercayaan Allah, dan kamu halalkan kehormatan mereka dengan kalimat Allah".

Lafad nikah seperti kata wali, "Saya nikahkan kamu dengan anak saya bernama …." Jawab mempelai laki-laki, "Saya terima menikani ….", boleh juga didahului oleh perkataan pihak mempelai.

2.      Adanya wali bagi mempelai wanita

Tidak sah pernikahan tanpa adanya wali dari mempelai wanita. Sebagaimana sabda Nabi, "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)

Bila seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri baik dengan mengucapkan akad sendiri atau dengan mewakilkan kepada orang lain maka nikahnya tidak sah.

3.      Adanya saksi

Yaitu hadirnya dua saksi pada saat akad nikah. Saksi haruslah orang yang adil dan diterima oleh masyarakat, sebagaimana sabda Nabi, "Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Abu Dawud dan At-Turmudzi)




PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.
2.      Hukum Nikah bermacam-macam diawali hukum asalnya jaiz bisa menjadi sunat, wajib, makruh dan haram.
3.      Syarat nikah adalah Ridho kedua mempelai, kepastian siapa suami atau istri, bukan mahram, mahar atau maskawin.
4.      Rukun Nikah ada tiga, Sighot, Adanya wali mempelai perempuan, adanya Saksi.
B.     Saran-saran
1.      Untuk generasi muda agar cepat-cepat menikah.
2.      Saat menikah cukup usia dulu agar bahagia dan selamat



Daftar Pustaka

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010.
Syeikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrohman ad Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Bandung: Hasyim Press, 2010.

Wordpress.com/hukum rukun dan syarat nikah




[1] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2010), 374
[2] Ibid.
[3] Syeikh Al-Allamah Muhammad bin Abdurrohman ad Dimasyqi, Fiqih Empa Mazhab, (Bandung: Hasyim Press, 2010), 338
[4] Ibid
[5] Ibid, 344